ANEMIA MEGALOBLASTIK (SPERMINISIOSA)
Anemia adalah berkurangnya jumlah
SDM (sel darah merah), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) hingga dibawah nilai normal per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia
bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan
korfirmasi laboratorium (Baldy 2005).
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia individu, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitas,
keadaan penyakit yang mendasari, dan beratnya anemia (Baldy 2005).
Menurut Soenarto (2001), anemia megaloblastik merupakan
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel
megaloblastik. Kriteria anemia dan defisisensi gizi menurut WHO 1972 sebagai
berikut:
Dinyatakan
anemia bila kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai pada golongan umur
yang ada, yaitu:
Anak umur 6 bulan - 6 tahun
: 11g/100ml
6 tahun- 14 tahun :
12g/100ml
Pria dewasa :
13gr/100ml
Perempuan dewasa tak hamil :
12 gr/100ml
Perempuan dewasa hamil
: 11
gr/100ml
Anemia megaloblastik (Sel darah merah besar)
diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik.
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi a yang mengakibatkan
gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti.
Etiologi
Anemia megaloblastik defisiensi asam folat disebabkan karena
defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat itu sendiri dapat disebabkan
karena banyak faktor. Asupan yang tidak adekuat karena diet yang tidak seimbang
(sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi). Para peminum
alkohol akan dapat mengalami defisiensi asam folat karena sumber utama asupan
kalori yang dikonsumsi berasal dari minuman beralkohol. Alkohol dapat menganggu
metabolisme folat. Pecandu narkotik juga mudah menjadi defisiensi folat karena
malnutrisi. Banyak individu fakir miskin dan usia lanjut yang mendapat makanan
yang kurang , akan menderita defisiensi asam folat (Soenarto 2001).
Hal lain yang dapat menyebabkan defisiensi asam folat adalah
meningkatnya kebutuhan. Jaringan –jaringan yang relatif pembelahan selnya
sangat cepat seperti sum-sum tulang, mukosa usus, memerlukan cukup besar folat.
Karenanya, para pasien anemia hemolitik kronik atau penyebab lain terjadinya
eritropoiesis yang aktif akan mengalami defisiensi. Perempuan hamil mempunyai
resiko yang tinggi mengalami defisiensi folat karena keperluan yang meningkat
bersamaan dengan perkembangan janin.. Defisiensi folat dapat tampak selama
pertumbuhan bayi dan remaja. Para pasien dengan hemodialisa kronik perlu diberi
suplementasi folat guna mengganti folat yang hilang.
Selain itu gangguan absorbsi (malabsorbsi) juga dapat
menyebabkan defisiensi asam folat (contoh: statorrhea idiopatik, tropical
sprue, celiac disease). Pada penderita penyakit usus halus tertentu, terutama
penyakit Crohn dan sprue, juga dapat terjadi defisiensi asam folat karena
terjadi gangguan penyerapan asam folat.
Pemakai obat antagonik asam folat juga dapat menyebabkan
defisiensi asam folat, contohnya adalah methotrexat, 6-merkapto purin,
pirimetamin, derivate barbiturate, dan lain-lain. Obat anti-kejang tertentu dan
pil KB juga merupakan obat antagonik karena mengurangi penyerapan asam folat.
Kehilangan folat berlebihan melali urin juga dapat
mengakibatkan defisiensi asam folat. Keadaan ini terjadi pada seseoranga yang
menderita penyakit hati aktif dan gagal jantung kongestif (hoffbrand, pettit
& moss 2005).
Patofisiologi
Tanda dan Gejala
Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita
anemia. Bayi tetapi bukan orang dewasa bisa mengalami kelainan neurologis.
Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat
tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin. Anemia
menyebabkan kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing. Orang dengan anemia merasa
badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar, mereka
merasa sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga
meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian Seseorang yang mengalami
anemia akan tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas
pendek (manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual,
hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan.
Menurut (Baldy 2005), salah satu dari tanda yang paling
sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan
dari berkuranganya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi
untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan
merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi
kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku,
telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang
lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah
muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram.
Gambaran Laboratorik
Menurut (hoffbrand, pettit & moss 2005), anemia bersifat
makrostik (MCV >95 fl dan sering mencapai 120-140 fl pada kasus berat) dan
makrosit tersebut biasanya berbentuk oval. Perhitungan retikulosit
memperlihatkan hasil yang rendah, dan jumlah leukosit serta trombosit total
mungkin turun sedikit, khususnya pada pasien anemia berat. Suatu proporsi
netrofil memperlihatkan adanya hipersegmentasi inti (dengan enam atau lebih
lobus). Sumsum tulang biasanya hiperselular, dan eritroblas berukuran besar
serta menujukan kegagalan pematangan inti dengan inti yang mempertahankan pola
kromatin berlubang-lubang, halus dan berbercak, tetapi hemoglobinisasinya
normal. Adanya metamielosit raksasa dan berbentuk abnormal adalah khas pada
penyakit ini.
Gambar
1 Anemia megaloblastik
Bilirubin
indirek, hidroksibutirat, dan laktat dehidrogenase (LDH) serum smeuanya
meningkat akibat pemecahan sum-sum tulang. Folat serum dan folat eritrosit
rendah pada anemia megaloblastik yang disebakan oleh defisiensi folat. Pada
defisiensi B12, folat serum cenderung meningkat, tetapi folat eritrosit
menurun. Walaupun demikian, tanpa adanya defisiensi B12, folat eritrosit
adalah petunjuk folat dalam jaringan yang lebih akurat dibandingkan dengan
folat serum (hoffbrand, pettit & moss 2005). Menurut (Soenarto 2001), kadar
serum normal dari asam folat berkisar antara 6-20 ng/ml; nilai sama atau dibawah
4 ng/ml secara umum dipertimbangkan untuk diagnostik dari deefisiensi folat.